Hari ini, ketika masa belum menemui akhir.
Hari ini, ketika di luar sana, berkecamuk bak badai.
Di sini, aku menulis, dengan tenang walau ku temu badai dalam hatiku. Semua tak ada harga, hanya masalah pribadi semata.
Apa aku ingat hari ini hari apa?hehe...tentu saja, sebagai warga negara yang baik, aku ingat, hari ini adalah hari pahlawan. Dimana dahulu arek-arek Surabaya pada waktu itu habis-habisan melawan para penjajah. Lalu apa hikmah yang bisa diambil?
Kalu saya tidak salah, guru sejarah saya bilang "jangan sekali-kali melupakan sejarah<mengutip dari bapak Soekarno>". Bukan berarti kita hanya mengingatnya, tapi kita harus mengambil hikmah, dan menjadikannya pelajaran dimasa mendatang.
Hari pahlawan, di masa seperti ini. Kita semua adalah pahlawan, ya minimal pahlawan untuk diri sendiri. Bertahan hidup adalah alasan kita untuk jadi pahlawan itu. Bukan lagi menghadapi penjajah, tapi menghadapi permasalahan yang lebih komplex sebenarnya, mungkin bisa dibilang lebih sulit dari pertempuran melawan penjajah, karena pada dasarnya, kita melawan diri sendiri.
Melihat jaman yang sudah semakin reot, tentu saja kita harus pandai-pandai melawan diri sendiri. Melawannya dari nafsu angkara murka. Dengki, iri, marah, jengkel dan amarah-amarah lain menunggu kita di garis perbatasan. Setiap hari kita berperang melawannya.
Saya jadi ingat, film yang saya tonton tadi malam. Di film itu, diceritakan ada alien yang akan melenyapkan seluruh umat manusia, dengan tujuan menyelamatkan bumi. Kita sadari atau tidak, kita adalah ras yang destruktif sebenarnya, tapi di lain sisi, kita punya rasa kasihan, dan itulah sisi kemanusiaan kita. Kembali ke tema awal, rasa kemanusiaan itulah yang sebenarnya membuat manusia setiap hari harus bertempur melawan nalurinya sebagai manusia. Kita mau menang, dan mengendalikan diri kita, atau kita mau kalah dan diri kita akan dikendalikan oleh nafsu angkara. Pilihan ini yang kita hadapi setiap hari. Tak sedikit yang kalah dan akhirnya menjadi budak nafsu, tapi tak sedikit juga yang menang dan kembali menguasai dirinya.
Jika arek-arek Surabaya saja mati-matian mempertahankan kemerdekaannya, apa kita akan diam saja kemerdekaan kita dijajah oleh Nafsu?
Hari ini, ketika di luar sana, berkecamuk bak badai.
Di sini, aku menulis, dengan tenang walau ku temu badai dalam hatiku. Semua tak ada harga, hanya masalah pribadi semata.
Apa aku ingat hari ini hari apa?hehe...tentu saja, sebagai warga negara yang baik, aku ingat, hari ini adalah hari pahlawan. Dimana dahulu arek-arek Surabaya pada waktu itu habis-habisan melawan para penjajah. Lalu apa hikmah yang bisa diambil?
Kalu saya tidak salah, guru sejarah saya bilang "jangan sekali-kali melupakan sejarah<mengutip dari bapak Soekarno>". Bukan berarti kita hanya mengingatnya, tapi kita harus mengambil hikmah, dan menjadikannya pelajaran dimasa mendatang.
Hari pahlawan, di masa seperti ini. Kita semua adalah pahlawan, ya minimal pahlawan untuk diri sendiri. Bertahan hidup adalah alasan kita untuk jadi pahlawan itu. Bukan lagi menghadapi penjajah, tapi menghadapi permasalahan yang lebih komplex sebenarnya, mungkin bisa dibilang lebih sulit dari pertempuran melawan penjajah, karena pada dasarnya, kita melawan diri sendiri.
Melihat jaman yang sudah semakin reot, tentu saja kita harus pandai-pandai melawan diri sendiri. Melawannya dari nafsu angkara murka. Dengki, iri, marah, jengkel dan amarah-amarah lain menunggu kita di garis perbatasan. Setiap hari kita berperang melawannya.
Saya jadi ingat, film yang saya tonton tadi malam. Di film itu, diceritakan ada alien yang akan melenyapkan seluruh umat manusia, dengan tujuan menyelamatkan bumi. Kita sadari atau tidak, kita adalah ras yang destruktif sebenarnya, tapi di lain sisi, kita punya rasa kasihan, dan itulah sisi kemanusiaan kita. Kembali ke tema awal, rasa kemanusiaan itulah yang sebenarnya membuat manusia setiap hari harus bertempur melawan nalurinya sebagai manusia. Kita mau menang, dan mengendalikan diri kita, atau kita mau kalah dan diri kita akan dikendalikan oleh nafsu angkara. Pilihan ini yang kita hadapi setiap hari. Tak sedikit yang kalah dan akhirnya menjadi budak nafsu, tapi tak sedikit juga yang menang dan kembali menguasai dirinya.
Jika arek-arek Surabaya saja mati-matian mempertahankan kemerdekaannya, apa kita akan diam saja kemerdekaan kita dijajah oleh Nafsu?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar